Jumat, 17 Desember 2010

BANJIR

Jakarta,kompas-kerusakan lingkungan yang semakin parah dan perubahan iklim akibat pemanasan global menjadi pemicu utama Jakarta lebih awal dilanda banjir .Banjir yang mengnangi Jakarta juga bakal lebih luas karena daya serap air oleh tanah semakin rendah dan kerusakan sungai semakin parah.

Menurut pakar hidrologi dari universitas Indonesia,firdaus Ali,senin(12\11) di Jakarta pusat,
Pemanasan global membuat hujan di Jakarta akan berlangsung dengan intentitas sangat tinggi dalam waktu singkat.Hujan berintenstitas di atas 150 milimeter tidak lagi terjadi bulan Januari dan Febuari,tetapi sudah maju ke November dan Desember
“Dalam catatan sejarah hidrologi ,tidak ada hujan selebat saat ini di Jakarta pada November .banjir di tujuh lokasi di Jakarta terjadi pada akhir minggu lalu mengindikasikan adanya pergeseran iklim dan intensitas hujan,”kata Firdaus

Berdasarkan data kecenderungan cuaca pada badan Meteorologi dan Geofisika serta badan Meteorologi Amerika Serikat, penguapan air yang terjadi saat ini sangat besar sehingga mudah membentuk awan hujan.Akibatnya,hujan deras sudah di mulai November dan Desember.

“Siklus hujan deras lima tahunan yang di tuding sebagai penyebab banjir Febuari 2007 sudah tidak ada lagi karena bakal muncul dalam hitungan setiap musim hujan,”kata Firdaus

Sementara itu,pengamat perencanaan kota dari universitas Trisakti,Yayat Supriatna,mengatakan,
Perusakan lingkungan yang terus terjadi Jakarta membuat banjir juga bakal meluas.perusakan terjadi mulai dari pengurangan ruang terbuka hijau sampai pendekalan sungai.

“Jakarta Selatan di fungsikan sebagai kawasan resapan ternyata banyak diubah menjadi kawasan tarbangun. KDB (koefisien dasar bangunan) yang seharusnya 20-40 persen banyak yang di langgar sampai KDB 80 persen karena lemahnya pengawasan,”kata Yayat.

Perubahan lahan terbuka menjadi lahan terbangun juga terus terjadi di seluruh kota Jakarta.banyak kawasan perumahan juga diubah menjadi kawasan perdagangan yang tidak menyisakan lahan terbuka.

SUMBER KORAN KOMPAS

PARIWISATA

KALIMANTAN TIDAK KALAH DI BANDING BALI

TARI MANDAU, dari Kalimantan Tengah dibawakan pada pembukaan Borneo Extravaganza 2010 di kuta, Bali. Kegiatan pameran wisata itu bertujuan menarik lebih banyak wisatawan mancanegara ke Pulau Kalimantan.

Empat provinsi di Pulau Kalimantan menggelar promosi bersama bertajuk Borneo Extravaganza 2010 di sebuah mal di kawasan wisata Kuta, Bali. Lewat kegiatan itu, Kalimantan ingin menarik lebih banyak wisatawan mancanegara.

Kalimantan tidak kalah dengan bali. Pulau itu kaya akan keanekaragaman hayati dan budaya. Pameran wisata merupakan kesempatan untuk membuka kekayaan itu kepada para turis. Semoga lebih banyak wisatawan mancanegara berkunjung ke borneo, “ kata staf ahli bidang ekonomi dan iptek kementrian kebudayaan dan pariwisata titin soekarya dalam pembukaan pameran di kuta.

Borneo Extravaganza merupakan salah satu kegiatan pariwisata kementrian kebudayaan dan pariwisata bekerja sama dengan provinsi di Kalimantan, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Acar ini pertama kali diselenggrakan di Mal Taman Anggrek 2004. Tahun ini merupakan penyelenggaraan Borneo Extravagabza keempat.

Jenis wisata yang potensial di Kalimantan, antara lain, adlah petualangan masuk hutan belantara, mendaki gunung, dan melihat langsung hutan yang dikenal sebagai paru-paru dunia, seperti Taman Nasional danau Sentarum dan Betung Kerihun di Kabupaten Kapuas Hulu.

Orang juga selalu rindu dengan suasana pasar terapung di Kalimantan. Kami dorong agar masyarakat di sekitarnya membuka penginapan (homestay),” kata titik.

Asisten II bidang pembangunan Kalimantan Selatan Fitri Rifani menyatakan, sinergi antara daerah di Kalimantan menjadi kata kunci. Diakui, dalam hal promosi dan penyediaan infrastrukur pariwisata, Kalimantan masih tertinggal dari bali, Lombok, dan Yogyakarta. Lewat kerjasama dengan agen-agen wisata, terjadi peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara.

Selama pameran, Borneo Extravaganza menyajikan paparan potensi wisata, seperti Museum Mulawarman, Tugu khatulistiw, serta Wisata Sungai Mahakam, Barito, dan Kapuas.

Kalimantan Barat menyiapkan 30 kegiatan di 36 obyek wisata unggulan untuk menjaring wisatawan asing, antara lain Cap Go Meh, peristiwa titik kulminasi matahari di Tugu khatulistiwa Pontianak dan gawasi Dayak. Kalimantan Selatan menawarkan 96 paket wisata alam dan 60 wisata religious. Adapun Kalsel mengembakan obyek wisata seperti wisata sejarah, wisata budaya dan wisata agro.

SUMBER
KOMPAS 8 OKTOBER 2010
JUMAT

AKU YANG JAGOAN

Senyum. Ya, senyum adalah salah satu sikap jiwa dan cermin budaya yang tampaknya semakin lenyap di wajah kita. Terutama pada orang-orang kota, yang jumlahnya hamper setengah penduduk negeri ini.

Wajah kita kian keras. Kerut di kening, ujung dan bawah mata kita cepat sekali menebal. Rahang, tulang pipi, dan pelipis membatu. Hidup semakin dilihat dan dirasakan bukan lagi sebagai tantangan, tapi juga ancaman. Jutaan orang dijalan, di mal, bahkan di perkantoran meminta setiap kita waspada terhadap “ serangan” dalam pelbagai bentuk dan dimensi karena kesombongan, iri hati, rasa ketidakadilan, persaingan, kebutuhan, dan sebagainya.

Lihatlah di jalan raya Jakarta. Tujuh juta motor membuat semua jalan raya menjadi sempit. Sebagian pengendara motor bersama pengendara bus kota melakukan trik apa saja di luar kesantunan hanya supaya waktu yang terasa semakin sedikit dapat direbut sesegera mungkin. Perilaku yang membuat semua pengendara mobil harus berjuang ekstra hati-hati untuk menghindar dari kecelakaan.

Kita mengumpat, mengeluh, dan mencoba menyabarkan hati. Bukan hanya dalam macet dan banjir luar biasa, tapi juga terhadap Koran, televise, atau internet. Kita menyaksikan kedegilan yang sulit difiksikan, mengisi ruang-ruang kontemplasi kita setiap hari. Menyaksikan para penegak hukum dan pejabat lebih membisingkan fasilitas dan akses pada kekuasaan ketimbang mengatasi kekerasan hidup. Kita tak berdaya melihat aparat justru berselingkuh dengan kekerasan.

Dalam situasi seperti itu,iklan dan gaya hidup mendesak-desak untuk mencapai taraf hiudp yang lebih sering di atas kemampuan kita sebenarnya. Kita muak dan benci dengan kekerasan, tapi pada saat yang bersamaan kita merasa mendapat alasan bahkan keabsahan etis untuk melakukan kekerasan yang sama, demi memenuhi taraf hidup itu. Aturan dan hukum hanya supreme pada retorikannya, tapi menjadi topeng atau bumper dari kedegilan kolektif di keseharian kita.

Itulah tragic dunia modern. Tragic demokrasi dan ekonomi (pasar) kapitalis yang kita sanjung-sanjung. Tragic yang membuat perampok tidak hanya menguras harta, tapi juga menyiram air keras ke muka korbannya. Targik yang membuat ibu membakar diri dan dua anaknya. Targik yang membuat sekelompok orang merampok bank dan membantai polisi di posnya dengan berkacak pinggang. Itulah tragic dari mereka yang berkelahi, menyabet kelewang, meremukkan kepala, hanya untuk alas an yang hamper tidak ada prinsipnya. itulah tragic dari jiwa yang sakit, jiwa seorang “jagoan”.

Tradisi mengajarkan

Ilustrasi di atas terasa panjang untuk kolom seperti ini. Namun, ia menjadi begitu ringkas untuk menggambarkan bagaimana manusia di tingkat personal dan komunal mendapatkan alasan-alasan internal (psikologis) dan eksternal ( social) untuk menjadi keras, (perlahan) menerima kekerasan , dan akhirnya mempreaktikannya. Tidak hanya kepada orang lain atau lawan tapi bisa juga pada sahabat, anak-istri, bahkan diri sendiri.

Apakah siklus dan sirkus kekerasan ini sebuah realitas atau fakta social dari bangsa ini? Almarhum pramoedya ananta toer di suatu media asing menyebutkan, kekerasan sudah menjadi naluri dasar manusia, adat, dan tradisi kita. Saat almarhum masih ada, saya sudah menolak konstatasi itu. Sebagai insting atau naluri purba, kekerasan sesungguhnya adalah milik setiap manusia , semua bangsa. Begitu juga kasih sayang dan cinta.

Kekerasan adalah salah satu ekspresi manusia dalam usahanya untuk survive, mempertahnkan kelangsungan spesiesnya. Namun, dengan sejarah kebudayaan kita yang ternyata jauh lebih panjang dari perancis, inggris bahkan hamper seluruh bangsa eropa, kekerasan itu tidaklah menjadi keliaran dan kebuasan animalistic. Adat menempatkannya sebagai bagian dari pertahan diri belaka.

Pada tingkat pribadi , kekerasan bisa kapan saja terjadi. Namun, penyelesaian adat member ruang bagi pribadi-pribadi yang terlibat untuk melakukan secara terbuka, tanpa melibatkan massaatau komunitasnya. Kekerasan pada tingkat kolektif (komunal) hanya terjadi ketika prinsip umum dilanggar pihal lain sehingga defensi dilakukan bersama (kolektif).

Bila konflik dapat diselesaikan, secara kolektif ia tak bersisa. Tak menjadi dendam. Kita tak dendam kepada belanda,. Kita pun menyambut ramah orang jepang. Dendam (yang ada) di tingkat pribadi bukanlah alasan untuk kekerasan massif. Apalagi membunuh karena dendam, tak pernah ia terjadi secara kolektif. Hal-hal itulah yang tidak ada dalam latar belakang kekerasan kita kini.

Sebab-sebab baru

Jiwa patetis dan psikososial patologis kita belakangan ini tidak terjadi berdasarkan kewicaksanaan cultural yang sesungguhnya di kembangkan ribuan tahun di negeri ini. Perubahan zaman dan peradaban, dalam percepatan yang lebih hebat dari abad sebelumnya, membuat kita kewalahan dan tidak mampu dan tidak tahu bagaimana mewarisi tradisi-tradisi pelerai konflik yang kita miliki.

Psikologisme (internal) dan pemicu (eksternal) baru yang mendorong terjadinya kekerasan adalah dampak perubahan cara hidup itu. Pertama, secara internal kita mengalami ketakberdayaan karena kekalahan bertubi-tubi menghadapi realitas. Pejabat public yang di gaji uang rakyat dan diharapkan melindungi ternyata malah jadi penghianat.

Ketidakberdayaan total dari sebagian rakyat membuat mereka melakukan kekerasan pada kalangan sendiri di bawah dominasinya atau pada diri sendiri.

Di sebagian lain yang merasa memiliki cukup modal (social,ekonomi, politik, hukum ) mencoba menakhlukan ketidakberdayaan dengan ekspresi kekerasan yang demonstrative. “aku bisa menaklukkanmu” karena “akulah jagoan”. Inilah sebagian kita saat memaki di jalan raya, mengumpat satpam yang menghambat kita, menyogok aparat, hingga memancung kepala.

Kedua, secara eksternal muncul stimulus-stimulus baru di tingkat pribadi yang di penuhi nafsu merenggut fasilitas kuasa(hukum, politik, ekonomi). Dengan fasilitas tersebut, ia memilih nafsu menjadi nafsu kolektif. Terjadi proses berkelindan kedua faktor yang membuat persoalan remeh menjadi persoalan besar.

Akhirnya, factor ketiga berupa produk hiburan serta keterbukaan informasi yang member kita kebebasan penuh untuk menikmati kekerasan, membuat jiwa kita pun kebal dan bebal. Kekerasan kian menjadi lumrah hingga kita pun merasa sah mempraktikannya.

Karena itu, usaha menyelesaikan persoalan kekerasan saat ini tidak bisa hanya dengan antisipasinya. Tanpa menyelami esensi atau dasar kekerasan lalu mencari solusi di tingkat itu juga, kekerasan akan terus terjadi. Dan semakin mengerikan.

SUMBER
KOMPAS 8 OKTOBER 2010
JUMAT

TEROKA

Lesung dalam Mitologi Jawa

Lagi-lagi masyarakat kecil kelimpungan lantaran harga beras di pasar tradisional kian tak pulen saja. Mereka harus merohoh kocek Rp 8.000 untuk nempur ( belanja ) beras jenis C4 super. Sebelumnya, bahan pokok itu telah meroket kekisaran Rp 7.600 per Kg. hama wereng yang mengamuk dituding sebagai biang keladi atas melorotnya produksi beras petani. Demi bias bertahan, sebagian masyarakat miskin di pedesaan Jawa mengeluarkan peralatan tradisional yang sudah lama “dipesiunkan” , yaitu Lesung beserta alu. Peralatan tersebut di pakai lagi untuk menumbuk gaplek. Alhasil, perut mereka kembali bertatap muka dengan tiwul.

Dalam kebudayaan agraris di Jawa, pasti orang mengenal lesung atau minimal pernah mendengar namany. Pasalnya, ia merupakan teknologi penting yang difungsikanuntuk nutu (menumbuk) padi. Biasanya, kegiatan menumbuk dikerjakan kaum perempuan secara kolektif. Diyakini, keberadaan lesung sudah ada sejak periode Jawa kuno. Itu dapat dibuktikan dengan ditemukannya relief candi berpahatkan aktivititas menumbuk.

Sekelumit kisah tentang lesung juga ada dalam cerita rakyat atau legenda di berbagai daerah Pulau Jawa. Teladanya, legenda Besar Candi Sewu alias Rorojonggrang dan Bandung Bandawasa di Jawa Tengah, Kisah Dayang sumbi Dan Sangkuriangdi Jawa Barat., serta folkor perjuangan asmara Roro anteng dengan Joko Seger di sekitar Gunung Bromo. Ketiga legenda itu sama-sama menggunakan lesung untuk menggalkan upaya lelaki yang hendak meminang wanita-wanita jelita itu.

Lesung mereka tumbuk memakai alu jauh sebelum fajar menjelang guna membangunkan ayam-ayam jago biar berkokok. Sebab, menurut kesepakatan dua belah pihak, tugas membuatkan candi, perahu, dan laut sebagai syarat bias mengawinimereka, kudu kelar sebelum ayam mengeluarkan kokok kali pertama, pertanda pagi tiba. Suara berta;u-talu dari lubang lesung sukses menipu para ayam jantan yang berkokok lantaran mengira pagi telah tiba. Gagallah bandung Bandawasa, Sangkuriang, dan perampok sakti merampungkan pekerjaanmya. Kemudiaan, ada sedikit perbedaan dengan folkor Rawa Pening meski juga memanfaatkan lesung, ia tidak di tumbuk, melainkan dinaiki untuk menyelamatkan diri dari luapan air yang menyembur dari tanah bekas tancapan lidi. Boleh dibilang, berbagai cerita rakyat di atas memosisikan lesung bak dewa penyelamat di kala terhimpit.

Sementara itu, kata “lesung” justru menjadi akar sejarah nama kampong (toponimi), yakni Kampung Plesungan di Kabupaten Karanganyar. Merujuk catatan sejarah local, kampong Plesungan masuk dalam kawasan kekuasaan praja mangkunengaran. Tempo doeloe, kampong yang kini mempunyai sanggar seni lesung itu, warganya diserahi tugas khusus oleh gusti mangkunegara untuk menumbuk padi demi kebutuhan perut keluarga Mangkunegaran.

Jika di telaah melalui kacamata antropologis-historis, akan terkuak, lesung ternyata mereflesikan nilai sosiokultural masyarakat agraris yang menekankan aspek keselarasan dan komunalitas. Lesung laksana kaca banggala alias cermin untuk penggilion (berkaca) baik-buruknya sebuah proses interkasi antara individu satu dan individu lainnya. Bahkan, masyarakat klasik menganggap lesung berikut alu merupakan sebuah gambaran nilai kesuburan. Nilai kesuburan bukan Cuma masalah bercocok tanam, melainkan juga kesuburan manusia (reproduksi). Lesung dipresentasikan sebagai unsur yoni (wanita), sedangkan alu di presentasikan sebagai unsur lingga ( pria). Saking begitu dikeramatkannya, wajar kalau orang tua bakal menghardik anak kecil yang sengaja menginjak atau mengempaskan pantat di badan lesung, larangan ini berlaku pula bagi perempuan yang baru dating bulan karena ora ilok ( tidak baik).

Seiring guliran waktu, lesung digunakan untuk kesenian dan komunikasi. Sebagai, contoh, manakala ada tetangga menggelar hajatan terutama mantu (pernikahan), sudah pasti kaum hawa bergotong royong memukul lesung atau kothekan. Ritual itu dikerjakan menjelang esok hari. Merdunya nyanyian atau gending ikut menyertai. Lengkingan suara yang terbawa angin terdengar hingga ke desa-desa tetangga, semua ini sengaja dilakukan dengan tujuan memanggil warga kampung sebelah agar hadir.

Lesung nasibnya kini sungguh malang. Bersamaan merangseknya teknologi modern di pedesaan yang memudahkan kerja para petani, lesung dan alu tak lagi bertalu sebab jarang digunakan . lesung nyaris punah. Ya, hanya sesekali nongol apabila harga beras kembali menguncang. Tapi untuk menumbuk gaplek. Sesekali muncul di perkotaan, bukan habitatnya. Lesung menjadi salah satu perabotan rumah mewah yang berlagak kuno. Lesung ditukar dengan jutaan rupiah oleh pemburu barang langka Karena memang benar-benar langka.

SUMBER
KOMPAS 7 OKTOBER 2010
KAMIS

MUSLIM-BARAT SALING MENDENGAR

PERUBAHAN SIKAP HARUS DARI KEDUA PIHAK

UBUD, Tanpa langkah nyata warga masyarakat, prasangka terhadap warga muslim, apakah itu Negara-negara barat terhadap Negara muslim atau antar sesama warga Negara, akan semakin tajam dan merusak. Upaya saling mendengar adalah langkah awal mengurangi ketegangan.
Persoalan ini mengemuka dalam sesi debat yang agak “panas” di acara Citibank-Ubud Writers and Readers festival di ubud, Bali jumat. Bukan saja di sesi ini, dalam diskusi-diskusi lainnya pun, isu suara minoritas warga muslim di Negara-negara maju, seperti Australia dan Amerika serikat, isu pendudukan Israel di Palestina, dan isu kekerasan terhadap minoritas di Negara yang mayoritas Muslim menjadi topic hangat.
Para penulis asal AS, lisa Teasley, Robin Hemsley, Mike Otterman, dan Ionis Gatsiounis, bersama penulis Lebanon yang menetap di AS, Rabih Alameddin, merespons pertanyaan moderator tentang menarik garis yang tegas antara fiksi dan non fiksi didalam penulisan.
Bagi Alameddine dan Otterman, apa yang dilakukan Fox Television tentang isu pembangunan mesjid Di Ground Zero (tempat peringatan tragedy 9/11) adalah fiksi. “pertama, itu bukan mesjid, tapi community centre, dan itu tidak di Ground Zero. Itu fiksi, “ kata Alameddine. “ Fox jelas meng-create cerita sehingga memperkeruh suasana dan menguatkan friksi, ujarnya.
Namun, bagi Gatsiounis, seharusnya para pemimpin muslim di AS yang harus “tahu diri” untuk mundur dari usulan tersebut. “seharusnya mereka menyadari betapa sensitivnya isu tersebut,”a gatsiounis. Dia juga menambahkan, untuk memperbaiki hubungan Muslim-Barat, Negara-negara Muslim harus berupaya memperbaiki cutra mereka terlebih dahulu. Ia juga menilai, bukan hanya fox yang harus dikoreksi, melainkan juga Aljazeera. Namun, Otterman tak setuju. “tidak seperti fox, Aljazeera banyak menyuarakan suara dari dunia ketiga, “ katanya”.
Pada akhirnya semua penulis setuju bahwa perubahan sikap harus datang dari kedua belah pihak dan media juga di tuntut ikut bertanggung jawab terhadap upaya mengurangi kesalahpahaman.

Dalam sesi lain dipertanyakan bagaimana untuk tidak mencampuradukan “semangat aktivis” di dalam penulisan. Bagi penulis Australia, Anthony Loewenstein, yang keterununan yahudi, tantangan itu dihadapinya ketika ia menulis buku My Israel Question yang mengkritisi penduduk Israel di palestina,. “saya berprinsip, yang pertama-tama saya adalah manusia, yang kedua barulah sebagai yahudi. Jelas, pendudukan Israel di palestina bukan bualan. Itu ternyata, “katanya.
Tantangan juga dihadapi penyair sekaligus rapper Australia, omar musa, yang lagu-lagunya meyuarakan suara minoritas warga muslim di Australia. “semangat aktivis” ia lakukan tanpa henti. “saya memang tidak akan bisa mengubah dunia, tapi saya berupaya mengubah pikiran stereotip warga muslim di Australia yang minoritas, “katanya.
Bagi Negara mayoritas Muslim, seperti Indonesia, penulis Cok Sawitri, wayan Juniartha, dan Ina Wahid mengungkapkan , situasi di Indonesia belakang ini menunjukkan, pengejawatahan Bhinneka Tunggal Ika tak semudah di ucapkan. Kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah, mislanya, selain menunjukan lemahnya kewibawaan pemerintah, juga memperlihatkan menipisnya kadar toleransi dan menguatnya kecenderungan kekerasan.

SUMBER
KOMPAS 8 OKTOBER 2010
JUMAT

Senin, 01 November 2010

KONSEPSI ILMU BUDAYA DASAR DALAM KESUASTRAAN

  1. PENDEKATAN KESUASTRAAN
IBD yang semula dinamakan Basic Humanities, berasal dari bahasa inggris: manities, istialah ini berasal dari kata latin yaitu Humanus, yang berasal dari manusiawi, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities orang akan lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Jadi kesimpulannya aalah the humanities berkaitan dengan masalah nilai, yaitu nilai kita sebagai nilai Humanus.
Hampir setiap jaman seni, termaksud sastra memegang peranan yang penting dalam the humanities, ini terjadi karma seni termaksud merupakan ekspresi nilai-nilai kemanusiaan, dan disbanding dengan cabang the humanities seperti yang terdapat dalam filsafat atau agama.
Karma itu seni adalah ekspresi yang sifat’a tidak normatif, seni lebbih mudah berkomunikasi. Karma tidak normatif, nilai-nilai yang disampaikan lebih fleksibel, baik isinya maupun cara penyampainya.
Sastra juga lebih mudah berkomunikasi, pada hakekatnya sastra adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu filsafat, yang juga mempergunakan bahasa adalah abstrasi. Cinta kasi, bekahagian, kebebasan dan lain-lain. Yang digarap oleh filsafat adalah abstrak. Sifat abstrak inilah yang menyebabkan filsafat kurang berkomunikasi.
Karena seni memegang penting, maka seni sebagai pencipta karya seni juga penting, meskipun yang lebih penting adalah karyanya. Seniman adalah media penyampaian nilai-nilai kemanusiaan.
Orientasi the Humanities adalah ilmu: dengan mempelajari satu atau sebagaian dari disiplin ilmu yang tercakup kedalam the humanities, mahasiswa diharapkan dapat menjadi homo humanus yang lebih baik.

B. ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PROSA
Istilah prosa , kadang-kadang disebut narrative fiction, prose fiction atau hanya fiction saja. Dalam bahasa Indonesia istilah tadi sering diterjemahkan menjadi cerita rekaan dan didefinisikan  sebagai bentik cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi.

Dalam kesastraan Indonesia kita mengenal jenis prosa lama dan prosa baru.

  1. prosa lama meliputi
  1. dongen-dongen
  2. hikayat
  3. sejarah
  4. epos
  5. cerita melipur lara



  1. prosa baru meliputi
  1. cerita pendek
  2. roman/novel
  3. biografi
  4. kisah
  5. otobiografi

  1. NILAI-NILAI DALAM PROSA FIKSI
Sebagai yang bertulang pungggung cerita, mau tidak mau karya sasta (prosa fiksi) langsung atau tidak langsung membawakan moral, pesan, ataupun cerita. Dengan kata lain prosa mempunyai nilai-nilai yang diproleh pembaca lewat sastra. Adapun nilai-nilai yang diproleh pembaca lewat sastra antara lain:
  1. prosa fisik memberikan kesenangan
  2. prosal fisik memberikan informasi
  3. prosal fisik memberikan warisan cultural
  4. prosa memberikan keseimbangan wawasan

  1. ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PUISI
Pembahasan puisi dalam dalam rangka mempelajari budaya dasar tidak akan diserahkan pada tradisi pendidikan dan pengajar sastra dan apresiasinya yang mumi. Puuisi yang dipakai sebagai media sekaligus sumber belajar dengan tema atau pokok bahasan yang terdapat ilmu budaya dasar.
Kepuitiskan, keartistikan, atau keestetikan bahasa puuisi disebabkan oleh kreatifitas penyair dalam membangun puisinya dengan mengunakan:
  1. Figura bahasa  (figurative languge) seperti gaya personitifikasi, metafor a, perbandingan alegori, dsd sehingga puisi menjadi segar, hidup, menarik dan memberi kejelasan gambaranangan.
  2. Kata-kata yang ambiquitas yaitu kata-kata yang bermakna ganda, banyak tafsir.
  3. Kata-kata berjiwa yaitu kata-kata yang sudah diberi suasana tertentu., berisi perasaan dan pengalaman jiwa  penyair sehingga hidup  dan memukau.
  4. Kata-kata yang konotatif yaitu kata-kata yang sudah diberi tambahan nilai-nilai rasa dan asosiasi-asosiasi tertentu.
  5. pengulangan yang berfungsi untuk mengintensifkan hal-hal yang dilukiskan, sehingga lebih menggugah hati.

Adapun alasan yang-alasan yang mendasari penyajian puisi pada perkuliahaan ilmu budaya dasar adalah sebagai berikut:
  1. Hubungan dengan puisi lama dengan hidup manusia.
  2. Puisi dan keinsyafan/kesadaran individual.
  3. puisi dan keinsyafan sosial.